Validasi


Late post, written on June 30, 2013

Didedikasikan untuk semua teman dari masa kapanpun, dimanapun

Mom menasehati kami untuk tidak terikat pada masa lalu. Yang sudah berlalu ditinggalkan saja, karena jika masih dibawa-bawa ke masa sekarang, ia tidak akan pernah relevan. Karena kita akan terus tumbuh dan meluas sehingga tak cukup mampu lagi untuk menampung semuanya. Maka dari itu, masa lalu dilepas saja. Biarkan ia tinggal dibelakang. Kenanglah orang-orang yang berjasa, lupakan yang pernah menyakiti.

Saya setuju dengan Mom dan ini bukan yang pertama kalinya bagi kami, untuk satu pendapat. Ha, darah lebih kental daripada air. Kami banyak kemiripan, setidaknya itu yang saya rasakan. Satu-satunya yang Mom miliki, tapi belum saya miliki adalah keberanian Mom yang sebesar Tembok Cina!
Keberanian itu hanya mengalir sedikit kepada saya.Sebatas keperluannya saja. Cukup untuk membawa saya berdiri di depan kelas dengan percaya diri, entah menulis di papan tulis, entah mendeklamasikan puisi, entah berpidato tapi….tidak untuk bernyanyi.

Walaupun Mom tidak terlalu menyukai segala hal tentang masa lalu, bukan berarti Mom tidak pernah cerita tentang masa lalunya.Mom sering mengisahkan masa kanak-kanaknya pun masa remajanya pada saya dan saudara-saudara saya menjelang kami tidur.Kisah-kisah Mom selalu mengejutkan.Dari yang patriotik, mengharu-biru sampai yang membuat kami terpingkal-pingkal.
Dan postingan kali ini, bukan tentang masa lalu Mom.


Sekitar dua hari yang lalu, teman SMP saya mengontak saya melalui pesan di Facebook.Dia mengundang saya untuk bergabung dalam grup alumni SD YPMM (Yayasan Pendidikan Mayang Mangurai) 2003.Menyambung kembali silahtuhrahmi, atau memimjam istilah yang dia pakai “terhubung kembali dengan teman dari masa lalu”.Satu-satunya alasan mengapa saya bergabung dalam grup itu adalah “memvalidasi” mereka, teman-teman semasa SD saya.

Tinggalkan sejenak pembahasan tentang “validasi” dan sejenak saya ceritakan isi percakapan kami di dalam grup.

Saya tertinggal beberapa topik ketika pertama kali mengarahkan kursor untuk masuk kedalam grup.Sudah banyak pembicaraan terutama tentang mengenang masa kanak-kanak. Saya salut dengan mereka, karena mereka bahkan mampu mengingat semua jenis olok-olok yang ada ketika kami SD! Menjodoh-jodohkan teman adalah salah satunya.Topik lainnya adalah guru. Oh tentu saja! Mana ada cerita masa sekolah yang asik tanpa ada peran guru.Baik guru yang paling baik hati sampai pada guru yang tegasnya minta ampun.Ya…bahasannya tak jauh-jauh dari situ. Saya sempat berpikir “ah..isinya masa lalu semua” tapi…apalagi yang mampu mengkoneksikan kami selain cerita-cerita lama?

Walaupun sebagian besar dari kami masuk SMP yang sama, namun kami mulai berpencar ketika SMA. Jadi kira-kira sudah 7 sampai 10 tahun kami jarang atau hampir tidak ada kontak. (Well, thanks to Mark then!)Sehingga saya benar-benar tidak tau apa-apa lagi dengan mereka. Entah apa yang sudah mereka hadapi yang tentu saja membuat mereka sudah 100 persen tak sama lagi dengan mereka yang saya kenal dulu ketika berseragam merah putih dan bergelar pramuka siaga itu.
Dan kenyataan yang saya lihat adalah kita memang tidak berubah.Hanya berkembang sedikit. Ini mirip dengan kata-kata yang ada dalam film “Bride maids”. Cara mereka menanggapi topik-topik didalam grup masih sama. Koleksi kosakata saja yang sudah mulai lain. Mungkin efek usia kepala dua (saya tidak yakin ini ada hubungannya).

Mengenang mereka membawa saya kembali pada tahun 1997-2003.Enam tahun belajar hal-hal dasar.Enam tahun belajar bersosialisasi.Enam tahun yang menyumbangkan siapa saya sekarang ini. Hah, mari saya kumpulkan beberapa keping ingatan tentang beberapa dari mereka.
Em, mungkin Tedy.Ketua kelas pertama kali dalam sejarah persekolahan saya.Sebenarnya Tedy tidak lama bersama kami, karena Tedy pindah ke Palembang ketika naik kelas dua. Yang membuat Tedy gampang diingat, setidaknya oleh saya, adalah karena dia pernah “membodohi” saya di depan kelas. Waktu itu kelas satu SD, kami baru belajar membaca dan menulis. Suatu hari, Ibu Ros, meminta salah satu dari kami untuk maju ke depan kelas dan menuliskan kata “hijau”. Ahh, mengeja kata “hijau” sewaktu baru pertama kali mengenal alfabet itu sama sulitnya dengan bertemu matriks di kelas 3 SMA! Nah, saya pun mengacungkan jari saya, berlomba dengan Tedy.Dan, saya yang ditunjuk untuk maju.Kapur tulis sudah ditangan, saya mulai mencoret papan dengan huruf “H”, “I”, “J”, “A” dan “U”.Saya terdiam sejenak, hati saya bimbang.“U” atau “W” ya? Tiba-tiba Tedy berteriak, ia dengan percaya diri membimbing saya untuk membenarkan ejaan itu. Dia membuat saya menghapus huruf “U” dan menggantinya dengan “W” plus “A”.Karena tidak percaya diri, saya mengikutinya dan jadilah “HIJAWA”…yang membuat Ibu Ros menahan tawa dan anak-anak sekelas menatap saya dengan tatapan “ih…sok pintar”.Saya lesu dan Tedy tertawa bahagia.

Sosok berikutnya mungkin, Willy.Willy juga tidak lama bersama kami. Ketika kami naik kelas empat, ia dan keluarganya pindah. Saya tidak ingat, kalau tidak salah mereka pindah ke Beijing.Willy punya adik perempuan bernama Winny.Suatu hari, Winny terkurung dihalaman belakang sekolah.Pintu gerbangnya dikunci.Entah siapa yang punya ulah.Winny menangis memanggil Koko nya.Hari itu, saya melihat Willy begitu marah.Wajahnya memerah dan matanya berair.Ia berusaha membuka pintu sambil mengancam akan memukul pelakunya. Untunglah penjaga sekolah datang dan membantu membuka pintu gerbang.Hari ini, saya masih bisa mengenang kejadian itu dengan baik dan juga belajar betapa seorang abang menyayangi dan berusaha melindungi adiknya.Saya pun merasakan itu, betapa enaknya jika satu sekolah dengan abang.Hahaha, tidak ada yang berani mengganggu saya.Kata ancamannya “Aku bilang abang aku agek…Tengoklah kau”.

Hemm, kemudian Partner In Crime saya, Mira dan Ulva. Kami berteman sangat dekat dari kelas VI SD sampai kelas 2 SMP.Mira adalah seorang yang tomboy. Dia andalan kelas kami untuk class meeting. Bersama Mira dan Ulva, saya melakukan banyak hal. Setengah karakter saya saat ini, mungkin terbentuk ketika bersama mereka.
Kami juga aktif dalam kegiatan Pramuka.Kami beberapa kali mengikuti perkemahan.Kami juga anggota Polisi Keamanan Sekolah (PKS) yang bertugas membantu anak-anak kelas 1, 2, 3, dan 4 untuk menyebrang jalan di hari Senin.Kami juga mendapat kehormatan untuk menjamin ketertiban selama upacara bendera hari Senin dilakasanakan. Kami boleh saja menegur bahkan memindahkan siswa yang tidak disiplin ke barisan lain untuk kemudian dihukum oleh guru kami, Pak Gultom. Pak Gultom sebenarnya sangat baik, tapi entah kenapa, banyak anak-anak yang takut dengannya.Mungkin karena pembawaannya yang sangar dan nada bicaranya yang keras.

Lalu, saya akan selalu ingat tiga orang ini, Adit, Andika dan Ade. Mereka lah yang mengiringi saya ketika pertama kali membawa sepeda ke sekolah saat les sore. Mereka menjaga saya dan terpaksa untuk tidak ngebut mengayuh sepeda demi tidak meninggalkan saya yang sedang canggung mengendarai sepeda yang terlalu besar.Syukurlah, saya cepat belajar, sehingga beberapa minggu kemudian mereka bisa menjadi raja jalanan lagi.Saya pernah hampir jatuh dari sepeda karena terkejut ketika Andika dan Adit yang saat itu sedang berboncengan, berganti posisi ketika sepeda mereka melaju kencang. Andika dan Adit juga tergolong nekat karena mereka pernah mencampur Sprite, Fit Up dan Paramex, lalu meminumnya dengan beberapa kali teguk. Mereka sempoyongan dan pura-pura mabuk.Lalu tertawa-tawa.Besoknya mereka terlihat pucat. Entah apa yang terjadi pada mereka setelah menegak minuman itu.

Ketika kelas 5 SD, kami pernah main kerajaan-kerajaan.Permainan ini berlangsung sampai beberapa minggu sampai kami bosan.Lalu beralih menjadi main bola kasti, lalu beralih lagi main patok lele dan benteng-bentengan.Permainan yang membuat baju kami kotor dan dimarahi oleh masing-masing ibu kami karena kami jadi bau keringat. Permainan yang mengajarkan kami taktik untuk menang tanpa harus mencurangi orang lain. Permainan yang memupuk rasa kerja sama antara kami untuk memukul bola sejauh-jauhnya agar teman-teman terbebas dari base. Permainan yang membuat kami lelah dan membeli satu bungkus es untuk diminum bersama-sama.

Inilah yang ingin saya validasi.Betapa berharganya belajar bersama mereka.Betapa berharganya persahabatan masa kecil. Menvalidasi berarti menghargai sebuah kehadiran, menghargai segala sesuatu, bahwa yang dilakukan orang lain memberikan makna. Dapatkah kita membeli sebuah rasa senang karena mengingat kejadian lucu di masa sekolah?Dapatkah kita membeli rasa puas ketika seseorang mengatakan terima kasih dengan tulus kepada kita?
Menvalidasi itu sederhana.Sama dengan menjadi bahagia.Keduanya sederhana.Sesederhana mengatakan “Terima kasih”.

-Mengenang kebun ubi dihalaman belakang sekolah, mengenang hujan yang membuat kita berlari-lari kelapangan, mengenang class meeting, mengenang bola kasti, mengenang kelereng-kelereng yang disita, dan setumpuk cita-cita yang pernah kita gantung bersama dari menjadi pilot hingga astronot…demi sesuatu yang kita harap mampu menjadi “berguna bagi nusa dan bangsa”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My beloved Indonesia

Mr. Right